DSM IV – TR (Diacnostic and Stastistical Manual of Mental Disorder Fourth Edition) mendefinisikan schizophrenia adalah kekacauan jiwa yang serius yang ditandai dengan kehilangan kontak pada kenyataan, halusinasi, khayalan (kepercayaan yang salah), pikiran yang abnormal dan mengganggu kerja dan fungsi sosial. Jadi singkatnya schizophrenia adalah terjadinya pecahnya atau ketidakserasian antara afeksi / perasaan, kognitif / pikiran, dan perilaku.
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-Schizophrenia antara lain:
1. Ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi: wajah dingin, jarang tersenyum, acuh tak acuh.
2. Penyimpangan komunikasi: pasien sulit melakukan pembicaraan terarah, kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).
3. Gangguan atensi: penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan, atau memindahkan atensi.
4. Gangguan perilaku: menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial, tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas, mengganggu dan tak disiplin.
Tidak semua orang yang memiliki indikator premorbid pasti berkembang menjadi schizophrenia. Banyak faktor lain penyebab schizophrenia yang berperan untuk munculnya gejala-gejala schizophrenia, misalnya stresor lingkungan dan faktor genetik. Sebaliknya, mereka yang normal bisa saja menderita Schizophrenia jika stresor psikososial terlalu berat sehingga tak mampu mengatasi. Beberapa jenis obat-obatan terlarang seperti ganja, halusinogen atau amfetamin (ekstasi) juga dapat menimbulkan gejala-gejala psikosis.
Pengaruh dari Neurobiologis ada beberapa teori tentang pengaruh neurogiologis adalah penyebab schizophrenia. Salah satunya adalah ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia yang terdapat dalam otak manusia. Pada pasien penderita, ditemukan penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan permasalahan pada zalir serebrospinal. Schizophrenia bisa mengenai siapa saja, baik anak muda ataupun dewasa bahkan dari kalangan atas hingga kalangan bawah. Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia menderita schizoprenia.
75% penderita schizophrenia mulai mengidapnya pada usia 16-25 tahun. Usia remaja dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan psikososial sangat penting karena semakin lama ia tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala schizophrenia sebaiknya segera dibawa ke psikiater dan psikolog.